PENGLIPURAN-BANGLI

PENGLIPURAN-BANGLI
DESA BALI AGA

Kamis, 22 September 2011

Pergi Tak Kembali

Saat itu aku sendirian di kost. Mendengarkan musik sambil menikmati secangkir teh yang aku buat sendiri. Rasanya tenang sekali hidupku saat ini. Aku benar-benar sendiri. Kusadari itu setelah sebuah suara menyapaku. Seseorang yang sedang mencari kost. Kebetulan kamar nomor 5 masih kosong, tapi sayang ibu kost sedang tidak ada di tempat. Akhirnya dia pergi. Keesokan harinya dia datang lagi, tapi kali ini dia datang pagi harinya. Aku bertemu dia saat aku akan berangkat kuliah. Dia tersenyum ke arahku dan menyapaku dengan ramah. Aku membalas senyumannya dan berpamitan padanya juga pada ibu kost yang kebetulan menemaninya melihat kamar nomor 5. Ternyata sejak pagi itu dia telah resmi menjadi penghuni baru kost kami, tepatnya kamar nomor 5. Aku terima berita itu dari ibu kost saat aku akan mandi.
            Malamnya dia berkunjung ke kamarku dan memperkenalkan dirinya. Kami mulai berteman dan hari-hari selanjutnya kami mulai akrab. Setiap malam dia selalu menemaniku minum teh sambil memandang bintang di langit di beranda kamarku yang terbuka. Aku merasa tak sendiri lagi menikmati teh.
            Bayu namanya. Setiap hari dia selalu menemaniku kemana saja aku pergi. Kami berteman biasa tapi seperti sepasang kekasih. Bahkan kekasihnya cemburu melihat kedekatan kami. Sungguh, aku tak berniat untuk merebut Bayu dari kekasihnya.
            Semua telah terjadi, Bayu harus putus dengan kekasihnya. Kami sama-sama jomblo, toh kami tetap memilih sendiri sekalipun kesempatan itu ada. Kami tetap pada komitmen awal bahwa kami hanya berteman tidak lebih dan tidak kurang. Hingga akhirnya aku punya pacar. Hubungan kami sedikit berubah. Aku sengaja menjaga jarak dengan Bayu, bukan ada maksud tertentu, tapi aku merasa Bayu mulai berubah sejak kedekatanku dengan Aji dan perubahan itu semakin aku rasakan saat aku dan Aji resmi jadian.
            Bayu mulai suka minum dan parahnya lagi dia mulai mencoba untuk mutaw. Aku sedih tapi aku nggak tahu harus berbuat apa. Aku mencintai Aji dan aku juga nggak mau Aji berfikir yang bukan-bukan tentang hubunganku dengan Bayu. Namun aku juga sayang pada Bayu dan aku nggak ingin Bayu menyakiti dirinya sendiri. Aku berusaha untuk tidak menghiraukan berita-berita tentang Bayu. Aku lebih berkonsentrasi pada hubunganku dengan Aji.
            Akhirnya sampai juga pada titik klimaks. Aku tak bisa lagi membohongi diriku sendiri tentang Bayu dan Aji, dengan sendirinya dia tahu keadaan batinku tengah labil. Dengan berat hati kulepaskan Aji walaupun perasaanku padanya sangat tulus. Aku benar-benar mencintainya dengan sepenuh hatiku. Namun Aji tak bisa hidup sebagai bayang-bayang diantara aku dan Bayu. Entah sudah berapa kali kujelaskan pada Aji jika hubunganku dengan Bayu hanya sebatas teman, tapi Aji tak mau memahami itu. Hatiku sedih, namun aku tak tahu lagi harus bagaimana. Perhatiankupun beralih pada Bayu yang semakin hari semakin kurus kering. Segala cara aku lakukan untuk mengembalikan Bayu yang dulu.
            Banyak gosip-gosip miring tentang hubunganku dengan Bayu sejak putusnya hubunganku dengan Aji. Aku nggak peduli lagi dengan kata-kata orang di luar sana. Saat ini aku lebih peduli pada kesembuhan Bayu. Orang tua Bayu mengetahui keadaan Bayu yang semakin memburuk, bahkan dengan memohon ibu Bayu memintaku membantu penyembuhan Bayu. Mungkin pengorbananku sudah tak wajar lagi sebagai seorang teman. Sekalipun sebagai seorang sahabat. Bahkan teman-teman sekostku mengatakan bahwa semua itu bukan lagi sebuah ungkapan perasaan sayang terhadap teman, namun itu semua adalah sebuah ungkapan perasaan yang tersimpan jauh di lubuk hatiku. Mungkinkah? Memang cinta dan persahabatan seorang lelaki dan wanita hanya dibatasi oleh benang yang sangat tipis.
            Sungguh aku tak ingin menyadarinya. Satu tahun tiga bulan sembilan hari aku menemani Bayu melewati masa-masa krisisnya dari ketergantungan obat dan selama itu pula, Dewi Amor telah membohongiku tentang jalinan benang merah yang tak seharusnya tersimpul mati. Bayu menembakku dengan kata-kata maut itu. Aku tak tahu harus menjawab iya atau tidak padanya. Aku masih ragu dengan perasaanku saat itu. Selama ini aku hanya menganggap Bayu sebagai seorang teman. Aku minta waktu padanya dan Bayu memberiku waktu selama dua minggu untuk menjawabnya.
            Dua minggu tidak cukup bagiku untuk mendapat jawaban yang benar-benar tulus, jujur dan bukan sebuah jawaban yang kubuat atas perasaan sesaat saja. Hari itu tiba, tapi bukan jawaban yang kuberikan pada Bayu melainkan ucapan selamat tinggal. Bayu akan meninggalkan kota ini untuk kembali ke kota kelahirannya. Bayu juga akan meninggalkan kuliahnya. Aku tidak tahu apa alasannya dan juga tidak ingin tahu. Saat ini tepat seperti saat pertama kali Bayu datang ke kostku dan juga saat aku sedang menikmati secangkir teh hangat yang sama. Sendirian saja sambil mengdengarkan lagu yang sama. Audy, satu jam lagi.
            Mungkin jika Bayu memberiku satu jam lagi aku tak kan sendiri namun bersama Bayu berdua menikmati teh hangat sambil memandang langit penuh bintang. Mungkin jika Bayu memberiku satu jam lagi aku pasti akan mengatakan “izinkan aku untuk belajar menyayangimu semampuku, belajar mencintaimu dengan hatiku dan belajar menghargaimu bukan hanya sebagai seorang teman saja melainkan sebagai seorang kekasih”. Mungkin jika Bayu memberiku satu jam lagi aku pasti datang, karena saat pesawat take-off aku baru tahu dari seorang temannya, jika dia akan pergi dan tak akan pernah kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar